Monday 24 September 2012

KRISIS SUKSESI, ANCAM REGIM SAUDI

Sebuah artikel menarik muncul di media terkemuka Amerika "The Washington Post", Selasa (18/9) lalu. Berjudul "Next up in the Middle East mess? Saudi Arabia’s succession fight" tulisan itu menyoroti krisis yang tengah melanda Saudi yang mengancam keberadaan negara kerajaan itu. Krisis itu bukan disebabkan karena berkurangnya dukungan barat yang menjadi penopang keberadaan kerajaan itu, atau berkurangnya pendapatan minyak yang menjadi sumber utama kehidupan negara itu. Krisis itu adalah sistem suksesi kekuasaan yang dianut negeri kerajaan itu.

Sejak kematian pendiri kerajaan Saudi, Raja Abdul Aziz bin Saud tahun 1953, kekuasaan digilirkan di antara anak-anak laki-laki Abdul Aziz, dimulai dari yang tertua. Saat ini raja yang berkuasa, Abdullah, telah berusia mendekati 90 tahun-an dan telah sakit-sakitan. Calon penggantinya, Pangeran Salman telah berusia 76 tahun. Dan bahkan jika daftar calon raja ditambahkan dengan para menantu, kandidat termuda sudah berumur 60-an tahun.

Menurut penulis artikel tersebut, wartawati Karen Elliott House, sang putra mahkota Pangeran Salman dan para kandidat raja lainnya tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan negeri Saudi Arabia dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi negerinya di era reformasi yang melanda negeri-negeri Arab. Saudi, di masa mendatang, akan mengalami kesulitan menyelesaikan masalah-masalah klasiknya seperti pendidikan masyarakat yang rendah, kemiskinan, pengangguran, birokrasi yang korup, ekonomi yang tidak merata, dan terlebih lagi menghadapi generasi muda yang semakin frustasi dengan kondisi sosial-ekonomi negerinya.

"Krisis suksesi Saudi akan terjadi di dunia yang baru," tulis Karen.
Selain masalah-masalah internal di atas, ketegangan di kawasan Timur Tengah dan hubungan Saudi dengan Amerika yang riskan juga menjadi masalah serius. Karena juga menunjukkan telah retaknya tiga pilar utama keberadaan kerajaan Saudi, yaitu minyak, para mufti wahabi, dan keluarga kerajaan.

Pendatan minyak yang selama puluhan tahun menjadi penopang hidup kerajaan, akan berkurang seiring menurunnya cadangan minyak serta tingkat konsumsi BBM yang terus meningkat. Sementara keberadaan para mufti wahabi-salafi yang menjadi legitimator kerajaan juga semakin menurun kredibilitasnya di mata publik Saudi sendiri. Dan terakhir, tentu saja adalah ancaman perpecahan di antara anggota keluarga kerajaan sendiri. Di antara anak-anak dan menantu Raja Abdul Aziz sendiri telah terjadi friksi-friksi yang keras, apalagi saat generasi tersebut habis dan kursi kekuasaan harus berpindah ke generasi baru.

Secara teori generasi baru raja Saudi yang lebih berpendidikan dan berfikiran terbuka, akan mengendorkan kontrol kerajaan di bidang ekonomi dan politik dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat. Hal inilah yang kemungkian besar akan memicu perselisihan antara anggota kerajaan, antara mereka yang pro-perubahan melawan anti-perubahan.

Kepemimpinan Arab Saudi adalah sangat khas bangsa-bangsa terbelakang di masa lalu. Yaitu ketika para pangeran diijinkan menikah beberapa kali dan memelihara gundik tanpa batas sehingga masing-masing pangeran bisa memiliki puluhan anak. Saat ini saja terdapat sekitar 7.000-an pangeran di Saudi.

Karen menyamakan Saudi dengan regim Uni Sovyet yang menjelang runtuh, dimana para pemimpin lemah saling bergantian memimpin. Karen masih belum yakin dengan sistem pergantian kekuasaan yang baru yang akan diterapkan, ketika raja terakhir yang berasal dari daftar putra-putra Raja Abdul Aziz, meninggal.

Sebagian warga Saudi mengkhawatirkan keberadaan "Dewan Kesetiaan" yang dibentuk raja tahun 2006 untuk memuluskan suksesi kerajaan, akan tumbang seiring matinya kerajaan.

Generasi muda Saudi kini telah berbeda dengan pendahulu-pendahulu mereka. Dengan dunia informasi yang berkembang maju, mereka lebih banyak tahu tentang kehidupan anggota-anggota kerajaan sebagaimana kehidupan masyarakat dunia. Mereka tidak menyukai apa yang mereka ketahui tentang negaranya.

60 persen rakyat Saudi adalah generasi mudah di bawah 20 tahun. 40 persen rakyat hidup dalam kemiskinan, 70% tidak memiliki rumah, dan 90% pekerja sektor swasta adalah pekerja asing. Sementara tingkat pengangguran di antara penduduk usia 20 sampai 24 tahun mencapai 40%. Penduduk laki-laki Saudi tidak akan mau bekerja pada pekerjaan-pekerjaan rendahan dan bahkan para wanitanya dilarang untuk bekerja.


No comments: