Thursday 27 December 2012

PERANG DINGIN JILID II RUSIA VS AMERIKA

Jika selama era komunisme Uni Sovyet, Rusia telah terlibat perang dingin dengan Amerika, kini perang dingin serupa sepertinya kembali terjadi dengan eskalasi yang tampaknya akan semakin meningkat.
Beberapa waktu lalu Rusia telah meloloskan UU yang menganggap NGO penerima dana asing sebagai “agen asing” yang mendapat perlakuan khusus, beberapa UU yang bisa dianggap sebagai anti-Amerika, akan segera disyahkan.

Baru-baru ini parlemen Rusia, Duma, mensyahkan “Dima Yakovlev Law” yang melarang kegiatan NGO-NGO Amerika di Rusia. UU ini juga menangkal pejabat-pejabat Amerika yang dianggap telah memenjarakan atau memperlakukan warga Rusia secara tidak patut. Penangkalan juga telah diterapkan terhadap para aparat keamanan dan inteligen Amerika yang terlibat dalam penculikan warga Rusia. Yang paling menonjol dalam UU tersebut adalah pelarangan warga Amerika untuk mengadopsi anak-anak Rusia.

Nama “Dima Yakovlev” diambil dari nama seorang anak Rusia yang tewas di Amerika setelah orang tua angkatnya meninggalkannya di dalam mobil. Dima adalah satu contoh saja dari banyaknya anak-anak Rusia yang mendapat perlakukan tidak patut dari orang tua angkatnya di Amerika. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir terdapat 19 anak-anak Rusia yang tewas akibat dibunuh secara sengaja ataupun tidak, oleh orang tua angkatnya di Amerika.

UU tersebut juga mencakup aspek ekonomi dimana Rusia mewajibkan seluruh impor daging dari Amerika harus melalui uji kesehatan terlebih dahulu dengan alasan untuk mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh zat “additive” ractopamine. Amerika sendiri menganggap zat ractopamine sebagai aman sehingga tidak memerlukan uji kesehatan. Hal itu membuat Amerika menuduh Rusia telah melanggar peraturan WTO.

Namun langkah-langkah anti-Amerika yang dilakukan Rusia tersebut di atas bukan tanpa alasan. Rusia hanya membalas apa yang telah dilakukan Amerika terhadapnya.

Selama beberapa tahun terakhir lembaga legislatif Amerika, Congress, telah mengeluarkan beberapa undang-undang yang bisa dilihat sebagai anti-Rusia, mencakup berbagai bidang dan wilayah. Pada tgl 6 Desember lalu misalnya, Congress Amerika mengesahkan “Magnitsky Act” yang oleh pers Amerika dielu-elukan sebagai "langkah penting bagi perlindungan HAM dan demokrasi."

Undang-undang tersebut secara praktis mengarah pada para pejabat Rusia yang dianggap bertanggungjawab atas tewasnya konglomerat Sergei Magnitsky dalam tahanan tahun 2009. Secara lebih luas undang-undang tersebut juga mengarah pada seluruh pejabat Rusia yang dianggap melakukan pelanggaran HAM "berat".

Menurut beberapa analis, undang-undang tersebut lebih banyak dilandasi pada permusuhan terhadap Rusia daripada kepedulian Amerika terhadap HAM dan demokrasi. Promotor utama undang-undang itu, William Browder, adalah pemimpin perusahaan keuangan "Hermitage" yang berbasis di London, yang kini tengah menghadapi penyidikan aparat hukum Rusia karena kasus penggelapan pajak.

"Disetujuinya Magnitsky Act mencerminkan adanya sentimen anti-Rusa dalam Congress Amerika," kata Alexander Strakanov, Direktur Institute of Russian Language, History and Culture at Lyndon College, Vermont, kepada Voice of Russia.

Beberapa ahli menganggap undang-undang Magnitsky Act juga melanggar hukum internasional selain hukum Amerika sendiri. Pertama, undang-undang tersebut bisa dikenakan terhadap seseorang berdasarkan informasi dari LSM Amerika atau kelompok-kelompok pentingan tertentu. Ini berarti pemerintah Rusia bisa menganggap LSM-LSM Amerika yang berada di Rusia terlibat dalam kegiatan spionase. Di sisi lain beberapa kelompok kepentingan Amerika bisa memaksakan kepentingan politik dan ekonomi mereka terhadap Rusia dengan menuduh para pejabat-pejabat Rusia terlibat pelanggaran hukum. Kedua undang-undang tersebut melanggar prinsip "presumption of innocence". Ketiga, undang-undang tersebut membuka kemungkinan campur tangan Amerika dalam masalah internal Rusia.

“Saya menganggap Magnistky Act sebagai undang-undang diskriminasi terhadap Rusia," kata analis politik Rusia, Mikhail Remizov, kepada Voice of Russia.

“Lebih jauh, undang-undang yang mengijinkan penangkapan kepada warga Rusia tanpa perintah pengadilan merupakan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Pengadilan-lah yang memiliki hak untuk memerintahkan penangkapan, bukan lembaga politik. Saya percaya undang-undang itu dibuat berdasar motif politik. Fakta bahwa undang-undang itu dirancang oleh Congress dan disetujui pemerintah merupakan bukti motifasi politik di dalamnya," tambahnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri telah menyebut Magnistky Act sebagai "tidak bersahabat dan bermotif politik“. Menurut Putin undang-undang tersebut dibuat hanya untuk menunjukkan bahwa Amerika adalah pemimpin dunia. Putin mengancam akan membalas setiap undang-undang Amerika yang mengganggu kepentingan Rusia.

“Jika Amerika mensahkan undang-undang diskriminatif yang merugikan Rusia sebagaimana Magnitsky Act, Rusia akan membalasnya dengan langkah yang lebih keras terhadap Amerika," kata Putin.

Putin dengan tegas mengatakan bahwa Amerika tidak memiliki hak untuk menuduh negara lain sebagai pelanggar HAM dengan menyebut pelanggaran HAM yang dilakukan Amerika sendiri di penjara Guantanamo.

"Di Guantanamo, mereka memenjarakan orang selama bertahun-tahun tanpa tuduhan. Orang-orang di sana berjalan dengan belenggu di tangan, seperti jaman kuno," sindir Putin.


PERTEMPURAN STRATEGI


Dalam kenyataannya “Magnitsky Act” merupakan bentuk nyata hubungan Rusia-Amerika yang semakin memburuk. Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak lain merupakan bentuk nafsu Amerika untuk memerangi Rusia dalam konstelasi politik global.

Rusia telah menentang perluasan keanggotaan NATO ke wilayah perbatasan Rusia, Ukraine dan Georgia. Rusia juga menentang penempatan sistem pertahanan rudal ballistik (ABM) Amerika di Eropa Timur yang bisa mengancam kekuatan rudal nuklir Rusia yang menjadi pilar kekuatan Rusia.

Dalam konteks politik Timur Tengah Rusia dan Amerika juga terlibat perbedaan tajam. Rusia menentang keras upaya Amerika menumbangkan regim Bashar al Assad. Rusia juga menentang kebijakan Amerika terhadap Iran yang berlandaskan pada ancaman dan pemberian sanksi. Perbedaan-perbedaan itu membuat hubungan Rusia dengan Amerika kini mendekati situasi perang dingin.

Dalam perselisihan itu Rusia mendapat dukungan Cina yang juga merasa terancam dengan kebijakan luar negeri Amerika yang agresif. Dalam pernyataan bersama yang dibuat pada pertemuan "Shanghai Cooperation Organization (SCO)" di Beijing Juni 2012 lalu kedua negara menyatakan akan "menjaga tata dunia paska Perang Dunia 2 berdasar Piagam PBB dan hukum internasional."

Pernyataan tersebut merupakan serangan langsung terhadap Amerika yang menurut Rusia dan Cina telah melanggar hukum internasional dengan melakukan intervensi atas Irak dan Libya. Sebuah media Rusia menulis: "Anggota SCO telah membentuk kerjasama yang efektif untuk melindungi kepentingan mereka terhadap beberapa kekuatan global yang telah memaksakan agendanya dengan kekuatan senjata."

Pernyataan tersebut memjadi pesan yang jelas bahwa anggota-anggota SCO tidak akan membiarkan Amerika melakukan penetrasi di kawasan Euroasia atau mengganti satu pun regim pemerintahan yang mempunyai hubungan baik dengan Rusia dan Cina. Saat ini SCO telah tumbuh menjadi blok kerjasama politik dan ekonomi baru yang bisa menjadi penghalang ambisi global Amerika dan sekutu-sekutunya.

Selain membangun SCO yang beranggotakan negara-negara Europasia dan Asian Tengah termasuk Iran sebagai pengamat, Rusia juga berupaya membangun blok tandingan Uni Eropa bernama Eurasian Union. Pada bulan  November Russia menandatangani kerjasama dengan Belarus dan Kazakhstan sebagai awal terbentuknya Euroasian Union. 8 negara lainnya diharapkan akan segera bergabung.

Dalam hal ini Amerika tentu khawatir bahwa Rusia dan Cina akan menyingkirkan pengaruhnya dari kawasan Euroasia dan Asia Tengah yang sangat strategis dan kaya dengan sumber energi. Mak pada awal bulan ini menlu Amerika Hillary Clinton menyatakan bahwa Amerika akan berusaha menggagalkan atau setidaknya menghambat upaya Rusia menghidupkan kambali Uni Sovyet, merujuk pengaruh kuat Rusia di masa lalu ketika masih berada di era komunisme.

"Itu akan disebut dengan "customs union", atau "Eurasia Union" atau semacamnya. Namun jangan salah. Kami tahu apa tujuan dari itu semua dan kami tengah mempertimbangkan cara-cara yang efektif untuk menghambatnya atau mencegahnya," kata Clinton.

Atas pernyataan tersebut Vladimir Putin menyebutnya sebagai "sampah".



REF:
"Magnitsky Act: Another US provocation against Russia"; Yusuf Fernandez; Press TV; 25 Desember 2012


No comments: