Sunday 20 January 2013

171 TAHUN YANG LALU

Tanggal 6 Januari 1842. Satu rombongan besar manusia berbaris meninggalkan benteng pasukan Inggris di Kabul, Afghanistan. Mereka semua berjumlah sekitar 16.500 orang, 4.500 di antaranya tentara Inggris yang sebagian besar terdiri dari pasukan India dan 1 batalion tentara kerajaan Inggris. Anggota rombongan terbesar adalah pegawai sipil dan keluarga tentara yang berjumlah 12.000 orang, termasuk wanita dan anak-anak.

Terpicu oleh keramaian, anak-anak yang ikut dalam rombongan masih bisa bermain-main dengan sesamanya. Demikian pula dengan prajurit-prajurit muda. Hanya mereka yang berpengalaman dan berpengetahuan saja yang mengetahui gentingnya situasi yang tengah mereka hadapi.

Komandan garnisun Inggris di Kabul, Jendral Elphinstone memutuskan meninggalkan posnya bersama seluruh pasukan dan penghuni benteng setelah menyadari bahaya yang tengah dihadapi. Bangsa Afghanistan yang sangat membenci penjajah asing, apalagi yang dianggap "kafir" sebagaimana bangsa Inggris, telah mengorganisir diri di bawah kepemimpinan Akbar Khan, putra mantan Emir Afghanistan Dost Mohammad Khan. Mereka telah membunuh seorang perwira senior Inggris dalam satu kerusuhan di Kabul, menjarah gudang perbekalan, dan terakhir membantai pejabat tertinggi Inggris di Kabul, William Hay Macnaghten saat sedang melakukan perundingan dengan Akbar Khan. Jasad Macnaghten dan pengawal-pengawalnya diseret di jalan-jalan kota Kabul dan ditumpuk di tengah pasar.

Dalam kondisi darurat standar, tentara Inggris biasanya memilih bertahan di dalam benteng sembari menunggu balabantuan tiba. Namun karena kondisi sistem pertahanan yang buruk memaksa Jendral Elphinstone melakukan langkah yang kemudian dianggap sebagai kesalahan besar. Jendral Elphinstone berharap rombongan bisa mencapai garnisun terdekat di Jalalabad yang berjarak sekitar 140 km dari Kabul.

Mungkin ketakutan Jendral Elphinstone terbesar disebabkan oleh pengetahuan sejarahnya tentang bangsa Afghanistan yang telah dikenal sebagai penakluk bangsa-bangsa penakluk. Mereka pernah mengalahkan pasukan invasi Tartar, Rusia hingga pasukan besar Alexander Agung.


Ketakutan itu terbukti benar. Meski para prajurit muda menyangka jumlah besar yang ada pada mereka bakal menyelamatkan mereka, dan anak-anak masih bisa bermain-main, dalam waktu singkat keadaan berubah menjadi neraka bagi mereka semua. Para pejuang Afghanistan yang mengenal setiap lekuk tanah Afghanistan yang terjal dan curam dan bersalju tebal bulan Januari, membantai mereka satu per satu, kemudian rombongan demi rombongan, hingga dalam waktu singkat tidak tersisa sedikit pun kecuali kurang dari 70 anggota pasukan Inggris.

20 perwira dan 45 prajurit Inggris yang sebagian besar dari satuan Resimen ke 44 Pejalan Kaki (infrantri) menemukan diri terjebak dalam satu bukit kecil di Gandamak Pass. Meski melawan dengan gigih namun dalam waktu singkat seluruh anggota pasukan tewas dan hanya tersisa 3 orang termasuk Kapten James Souter yang dijadikan tawanan.

Pada tgl 13 atau seminggu setelah keberangkatan rombongan dari Kabul, para penjaga gerbang benteng Inggris di Jalalabad menyaksikan seseorang mengendarai kuda yang tampak keletihan. Orang itu adalah Dr William Brydon. Ia adalah satu-satunya orang yang selamat dari pembantaian. Kepalanya terluka parah akibat pukulan pedang hingga sebagian tulang tengkoraknya terkelupas. Namun ia selamat karena satu majalah Blackwood's Magazine yang dijadikannya sebagai penutup kepala untuk melawan hawa dingin.

Itu adalah salah satu tragedi terbesar yang dialami bangsa Inggris. Memang Inggris kemudian berhasil membalas kekalahan tersebut dengan mengirim satu pasukan yang lebih besar. Namun saat itu juga Inggris juga sadar bahwa bangsa Afghanistan tidak bisa ditaklukkan selamanya. Maka Inggris pun menarik diri.



Sumber: "1842 Retreat from Kabul"; wikipedia


No comments: