Monday 25 March 2013

DAMASCUS UNIVERSITY BERJAYA (2)

Akibat sanksi Amerika sebanyak 700-an mahasiswa Damascus University yang tengah belajar di Eropa dan Amerika mengalami masalah keuangan yang membuat sebagian mereka harus meninggalkan kuliahnya untuk mempertahankan hidup. Hal ini karena sanksi tersebut membuat para mahasiswa tidak bisa mendapatkan dana tunjangan pendidikan dari Damascus University akibat perbankan Syria yang secara efektif telah tutup akibat perang. Selain itu lebih dari 1.500 mahasiswa Syria dari institusi pendidikan lain juga mengalami masalah serupa.

Meski demikian Damascus University tetap menjaga komitmennya untuk membayarkan tunjangan pendidikannya pada mahasiswanya di luar negeri. Salah satu cara mengatasi masalah adalah pra orang tua mengambilkan dana tunjangan pendidikan anaknya yang belajar di luar negeri, dan kemudian mentransfer sendiri dana tersebut kepada anak-anaknya melalui berbagai cara. Jika pengiriman melalui Western Union, misalnya, maka biaya yang dikenakan adalah 7% dari dana yang dikirimkan.

Yang membuat kondisi semakin serius bagi para mahasiswa di luar negeri adalah kebanyakan institusi pendidikan yang mulanya berniat membantu para mahasiswa yang mengalami masalah keuangan, akhirnya mundur setelah mendapat ancaman sanksi dari pemerintah Amerika setelah menerima masukan dari beberapa "anjing pelacak" mereka.

Di antara "anjing pelacak" itu adalah David Cohen, Under-Secretary for Terrorism and Financial Intelligence. Beberapa waktu lalu ia mengadakan kunjungan ke kawasan Timur Tengah, termasuk Israel, untuk memberikan "briefing" kepada para pejabat dan juga LSM untuk memastikan sanksi yang dikenakan Amerika benar-benar mengena. Pemerintahan Obama, yang merasa kewalahan membuat pemerintahan Syria tumbang, telah mengintensifkan tekanannya melalui berbagai cara.

Namun Departemen Pendidikan Syria bersama-sama asosiasi mahasiswa Syria tidak mudah menyerah. Hingga sekarang, di tengah kesulitan keuangan akibat perang, pemerintah Syria tidak mengurangi subsidi pendidikan sedikitpun. Biaya kuliah di Damascus University termasuk yang terendah di dunia, hanya $5 atau kurang dari Rp 50.000 per tahun, sudah termasuk sewa asrama. Terdapat 15.000 mahasiswa Damascus University yang tinggal di asrama universitas. Dan meski konflik bersenjata semakin hebat dari waktu ke waktu, kampus-kampus Damascus University tetap aktif seperti biasa, termasuk yang di Deraa dekat perbatasan Yordania, tempat awal terjadinya konflik kekerasan di Syria.

Banyak juga mahasiswa Damascus University yang menjadi guru relawan sekolah-sekolah dasar. Menurut laporan Unicef tentang pendidikan dasar di Syria setidaknya terdapat 2.400 sekolah dasar yang hancur karena perang. Jumlah itu termasuk  772 di Idlib (saparoh dari sekolah yang ada), 300 di Aleppo dan 300 di Deraa. Selain itu lebih dari 1.500 sekolah telah berubah menjadi tempat penampungan pengungsi. Damascus University juga tetap menjalankan perannya membina kampus-kampus binaan seperti di Homs, Deir al Zur dan Aleppo, serta kampus-kampus lain. Kecuali itu banyak mahasiswa Damascus University juga aktif menjadi relawan Bulan Sabit Merah.

Kenyataan yang ada di Syria, pada keluarga-keluarga, rumah-rumah sakit, fasilitas pendidikan dan kesehatan di seluruh negeri adalah bahwa krisis "kemanusiaan" di Syria tidak lebih dari sekedar rumor berita media massa barat. Daripada menyasar calon-calon pemimpin Syria di masa mendatang, Amerika sebaiknya menghentikan sanksi yang diterapkan dan mengirim pejabat-pejabatnya untuk bertemu langsung dengan rakyat dan pemimpin Syria dan mendemonstrasikan kepentingan rakyat Amerika yang sesungguhnya untuk menghentikan pertumpahan darah.


REF:
"Despite Civilian-Targeting US Sanctions, Damascus University Excels"; Franklin Lamb; almanar.com.lb; 11 Maret 2013

No comments: