Monday 9 December 2013

SISI GELAP MANDELA

 "AFRIKOM (organisasi kerjasama keamanan negara-negara Afrika) didisain untuk menjinakkan benua ini sebelum dimulainya operasi para bankir global yang dijalankan oleh Bank Dunia dan IMF. Misi AFRIKOM ditegaskan oleh Vice Admiral Robert T. Moeller di Fort McNair pada tgl 18 Februari 2008, ketika ia mendeklasikan prinsip dasar dari AFRICOM, yaitu menjamin "arus bebas sumber daya alam Afrika ke pasar global."
(Mandela Love Fest Ignores Dark Side of Legacy; Prison Planet.com)

Apakah Anda sudah membaca buku biografi Mandela? Apakah Anda mengetahui siapa sebenarnya orang-orang dekat Mandela seperti Joe Slovo dan Arthur Goldreich serta istrinya, Winnie Mandela? Dan tahukah Anda bahwa Mandela pernah ditetapkan sebagai teroris oleh beberapa negara termasuk Amerika?

Baik, saya sebutkan sebagian kecil saja. Joe Slovo dan Arthur Goldreich adalah orang-orang yahudi "progressif radikal". Keduanya bersama orang-orang yahudi Afrika Selatan lainnya menggunakan bendera "komunisme" untuk mengendalikan Mandela dan perjuangannya. Goldreich bahkan pernah bergabung ke dalam organisasi teroris yahudi "Haganah" selama Perang Arab-Israel pertama tahun 1940-an, membunuhi dan mengusir orang-orang Arab Palestina dari negerinya sendiri.

Ketika Mandela, Joe Slovo dkk. ditangkap dalam satu aksi penangkapan yang bersejarah di Rivona tgl 11 Juli 1963, mereka tinggal di peternakan milik keluarga Arthur Goldreich yang sewanya dibayarkan oleh partai komunis Afrika Selatan pimpinan Joe Slovo. Dana operasional parti komunis itu, sebagaimana partai-partai komunis lainnya di seluruhy dunia, tentu saja berasal dari dompet para bankir yahudi dunia.

Bagi Anda yang "terkejut" dengan fakta-fakta ini, silakan lihat artikel New York Times ini (http://www.nytimes.com/2011/05/27/world/africa/27goldreich.html?_r=0)


Ya, Mandela ternyata hanya "kaki tangan" orang-orang yahudi. Tapi biarlah, itu urusan pribadinya. Setidaknya ia telah berjasa mempopulerkan batik Indonesia ke dunia internasional.

Oh, ya. Tentang Winnie Mandela, ia adalah kriminal yang dihukum karena memerintahkan pembunuhan terhadap seorang pria "simpanan"-nya yang dipelihara selama ia berpisah dengan Mandela.

"Dengan "kalung" kami, kami akan membebaskan negeri kami," kata Winnie Mandela dalam wawancara dengan media Inggris Guardian bulan April 1986.

"Kalung" yang dimaksud Winnie adalah ban kendaraan yang telah direndam ke dalam minyak dan dikalungkan di leher seorang musuh yang tertangkap. Selanjutnya ban itu dibakar dan secara perlahan-lahan, namun dengan penderitaan yang luar biasa, membunuh orang itu dalam waktu sekitar 15 menit. Tentu saja kala itu praktik itu lebih banyak diterapkan Mandela dan kawan-kawannya kepada musuh-musuh sesama kulit hitam daripada terhadap musuh kulit putihnya, karena kalau tidak, maka orang-orang kulit putih di Eropa dan Amerika akan marah dan membuat berantakan "Proyek Mandela".

Namun Mandela bukan tanpa kekerasan sama sekali terhadap orang-orang kulit putih. Pada tgl 20 Mei 1983, organisasi militer partai bentukan Mandela, ANC, meledakkan bom mobil di kawasan Nedbank Square, Church Street, Pretoria. Bom itu menewaskan 19 orang dan melukai 217 orang lainnya yang sebagian besar adalah warga sipil tak berdosa.

Dan inilah laporan BBC tentang peristiwa itu:

"Asap tebal membumbung tinggi ke angkasa sementara serpihan bom dan mayat-mayat bergelimpangan di lokasi ledakan. Diketahui bom telah diletakkan di dalam mobil Alfa Romeo biru di luar gedung bertingkat yang menjadi markas AU Afrika Selatan. Bom meledak pada saat jam sibuk ketika ratusan orang pulang kerja di akhir minggu. Pecahan kaca dan benda-benda metal beterbangan ke angkasa ketika bom menghancurkan kaca-kaca bangunan. Banyak pejalan kaki yang terpotong anggota badannya oleh pecahan kaca, sebagian lainnya meninggal karena kehabisan darah."

Kini, setelah Mandela meninggal, keberadaannya digantikan oleh AFRIKOM.



REF:
"Mandela Love Fest Ignores Dark Side of Legacy"; PrisonPlanet.com; 6 Desember 2013

"Arthur Goldreich, a Leader of the Armed Fight to End Apartheid, Dies at 82"; DOUGLAS MARTIN; New York Times; 27 Mei 2011

No comments: