Friday 29 January 2016

Turki Hanya Jadi Kambing Hitam Konflik Suriah

Indonesian Free Press -- Blog ini pernah menulis bahwa zionis internasional sama sekali tidak pernah menghormati sekutu-sekutu non-yahudi mereka, yang mereka beri sebutan 'goyim' atau 'binatang ternak'. Namun, di antara dua sekutu utama zionis internasional, yaitu orang-orang Kristen Amerika-Eropa dan orang-orang Arab/Islam, kaum zionis internasional lebih memandang rendah orang-orang Arab/Islam.

Tentang hal ini tampak jelas dalam sebuah film laris Hollywood  yang beredar beberapa tahun lalu, "2012". Dalam film ini diperlihatkan bagaimana orang-orang yahudi itu memandang orang-orang Arab kaya, yang termasuk dalam daftar orang-orang yang diselamatkan dari kiamat tahun 2012 karena kekayannya. Meski kaya raya, di mata orang-orang yahudi itu orang-orang Arab/Islam tetap dianggap sebagai orang-orang bodoh.

Tidak berbeda halnya dengan Turki, negara Islam lainnya di kawasan Timur Tengah. Meski dianggap lebih modern dari Arab, Turki masih dianggap lebih rendah kastanya dibandingkan dengan negara-negara Eropa.

Dalam setiap konspirasi yang digalang zionis internasional, keduanya biasanya memainkan peran yang berbeda sesuai dengan 'kadar' kecintaan yahudi internasional: negara-negara Arab/Islam menjadi penyedia dana sekaligus operator lapangan atau kuli kasar, dan negara-negara barat menyediakan senjata dan tenaga profesional atau menejer. Kemudian, ketika konspirasi busuk itu terbongkar, zionis internasional akan menjadikan negara-negara Arab/Islam itu sebagai kambing hitam.

Ini yang telah terjadi dengan Al Qaida dan ISIS, baik di Afghanistan, Irak, Libya dan Suriah. Setelah dieksploitir sedemikian rupa, Al Qaida dan ISIS yang mereka bentuk, latih dan diberi makan, kemudian dibuang begitu saja dengan cap teroris di kening mereka. Namun ketika kebusukan itu telah menjadi sedemikian besar sehingga keburukan-keburukan Al Qaida, Al Nusra dan ISIS tidak lagi cukup untuk menghapuskan semuanya, zionis internasional akan menunjuk hidung negara-negara Arab/Islam.

Contoh yang terakhir ini terjadi dalam konflik Suriah yang ditimbulkan oleh konspirasi jahat zionis internasional. Meski telah menjadikan ISIS sebagai kambing hitam, hal itu tetap tidak bisa menghapuskan sepenuhnya jejak hitam kejahatan zionis internasional. Konspirasi jahat itu telah begitu massif untuk bisa ditanggung sendiri oleh ISIS dan kelompok-kelompok teroris lainnya. Apalagi dengan peran antagonis yang dimainkan Turki dengan pemimpinnya, Reccep Erdogan, yang setelah menembak jatuh pesawat tempur Rusia yang tengah memerangi ISIS kemudian menduduki wilayah Irak tanpa sedikit pun menyentuh kelompok teroris ISIS.

Seolah tidak tahan lagi dengan kondisi yang di luar kendali, yang telah menempatkan zionis internasional sebagai pecundang besar di Suriah, Israel pun kini mulai mengarahkan jari telunjuknya ke muka sekutu-sekutu Arab/Islam nya. Dan yang pertama kali mendapatkan tudingan itu tentu saja adalah Turki.

Dalam sebuah pernyataan yang sangat keras di Athena, Yunani, hari Selasa (26 Januari), Menteri Pertahanan Israel Moshe Ya’alon mengatakan bahwa Turki telah mendanai kelompok ISIS dan Turki sama sekali tidak terlibat dalam perang melawan terorisme.

"ISIS telah menikmati uang Turki melalui pembelian minyak kelompok itu oleh Turki yang telah berlangsung sejak lama," kata Ya'alon.

Sebagaimana para pemimpin Israel lainnya, Ya'alon adalah sosok munafik sempurna. Ia tentu saja sadar bahwa minyak-minyak itu pada akhirnya jatuh ke Israel dengan harga murah, dan Israel pun turut menikmatinya. Namun, demi membersihkan diri, ia rela menuduh Turki pada saat Turki membutuhkan dukungan Israel setelah babak belur menghadapi Iran-Irak-Suriah-Rusia dalam konflik Suriah dan Irak, dengan Reccep Erdogan tanpa malu-malu mengatakan bahwa Turki membutuhkan Israel.

Menurut pakar politik Amerika Scott Rickard, dalam wawancara dengan Press TV minggu ini, terkait dengan pernyataan Ya'alon itu mengatakan bahwa tampaknya Israel, Amerika, negara-negara NATO yang bersama-sama Turki mendukung ISIS, berusaha menempatkan Turki sebagai pihak yang bersalah.

"Menurut saya apa yang terjadi saat ini adalah nasib tidak mujur yang dihadapi Turki yang harus menjadi pihak yang disalahkan. Ini akan menjadi semacam 'status quo' baru Barat. Mereka menciptakan kondisi, memanfaatkan kondisi yang tercipta, dan kemudian ketika situasi tidak bisa dikendalikan menuduh mitranya sebagai penyebabnya," kata Rickard.(ca)

Keterangan gambar: Duta Besar Turki untuk Israel Ahmet Oguz Celikkol diperlakukan tidak hormat oleh Menteri Luar Negeri Israel dengan ditempatkan di meja kursi yang lebih rendah, dalam sebuah pertemuan di Israel tahun 2010.

1 comment:

Anonymous said...

namun turki sejak menjadi barua nato melawan russia kembali tunduk takzim kepada israel

F. William Engdahl, American-German researcher, historian and strategic risk consultant, believes that the Obama administration manipulates both the ambitious Turkish President Erdogan and the impulsive Saudi Deputy Crown Prince Mohammed bin Salman, indulging their militarism and greed.
"The Washington game seems to be to give the Saudi-Turkish duo enough rope to hang themselves in a mad power grab of Syrian and Iraqi oil riches and perhaps, if they are really mad enough, of Iran's oilfields too," the researcher remarks in his article for New Eastern Outlook.
http://sputniknews.com/politics/20160128/1033848576/us-led-coalition-preparing-for-advance-syria.html

Read more at http://syrianperspective.com/2016/01/kinsibba-under-massive-aerial-assault-by-russian-and-syrian-air-forces-aleppo-awaits-zero-hour-terrorists-lose-heavy-in-idlib-and-hama.html#Zs3Lr6T705hRhRUV.99