Wednesday 27 April 2016

STL, Konspirasi Lain Zionis Terhadap Hizbollah yang Gagal (3)

Indonesian Free Press -- Kasus The Special Tribunal for Lebanon (STL) ini sangat relevan dengan situasi di INdonesia saat ini, terkait dengan tuntutan keadilan para keluarga eks. PKI dan bagaimana negara meresponnya. Keduanya merupakan masalah hukum bernuansa politik yang sarat dengan kepentingan asing untuk melemahkan kesatuan negara. Maka, baik di Lebanon maupun di Indonesia, untuk sementara kedua proses hukum tersebut sengaja di-'gantung' hingga negara benar-benar siap untuk melanjutkannya kembali.

Namun perlu menjadi catatan bahwa keteguhan sikap Hizbollah menentang STL -lah yang membuat organisasi ini berhasil mengalahkan konspirasi asing untuk menghancurkannya, dengan menggunakan tangan STL.

Perihal masalah kesaksian palsu dalam STL, anggota parlemen dari Partai Gerakan Patriot Bebas yang bersekutu dengan Hizbollah, Nabil Nicolas, menyebut kesaksian palsu dalam penyidikan pembunuhan Rafiq Hariri sebagai 'hal yang berbahaya' dan mendesak pemerintah untuk melakukan penyidikan khusus.

Terkait dengan hal itu Menteri Kehakiman Ibrahim Najjar mengatakan bahwa saksi yang diduga palsu tidak pernah dimintai keterangan oleh otoritas hukum, melainkan oleh International Committee setelah meninggalkan Lebanon pada tahun 2005. Hizbollah dan pendukung-pendukungnya pun mendesak keras pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum dan politik, mengingat kredibilitas Hizbollah yang terancam.

Pejabat Hezbollah official, Nabil Qaouk, mengatakan bahwa semua pihak akan setuju jika pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kasus kesaksian palsu ini diadili karena kerusakan yang telah ditimbulkannya. Ia merujuk pada pertikaian politik internal Lebanon yang memuncak serta rusaknya hubungan Lebanon dengan Suriah.

Ketua Parlemen dan pimpinan Partai Amal, Nabih Berri, bahkan mengancam para menteri dari partainya akan memboikot sidang-sidang kabinet sebelum masalah ini diselesaikan pemerintah.

Perdana Menteri Saad Hariri sendiri akhirnya mengakui kesalahannya telah menuduh Suriah sebagai pembunuh ayahnya, dan menyebut tuduhan tersebut sebagai 'bermotif politik'. Namun pendukung-ppendukungnya berkukuh dengan tuduhan terhadap Suriah dan menyebut pernyataan Hariri sebagai'strategi rekonsiderasi'. Pemimpin Kristen Maronit Nasrallah Sfeir juga tetap membela kesaksian palsu tersebut. Sedangkan pemimpin Druze Walid Jumblatt menolak tuntutan pengunduran diri Hariri.

Di sisi lain, terkait dengan kesaksian palsu ini, pengadilan Suriah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap sejumlah aparat hukum, politisi dan jurnalis Lebanon dan beberapa negara Arab. Mereka termasuk anggota parlemen Lebanon Marwan Hamade, Jaksa Agung Lebanon Saeed Mirza, Komandan Internal Security Forces (kepolisian federal) Mayjend Ashraf Rifi, Komandan Information Branch (bagian dari kepolisian federal) Wissam Hasan, jurnalis Khashan, Hani Hammoud (pembantu dekat Saad Hariri), Jaksa Saqr Saqr, mantan Ketua UN International Independent Investigation Commission (UNIIIC) Detlev Mehlis dan asistennya Gerhard Lehmann, serta para saksi palsu Ibrahim Michel Jarjoura, Akram Shakib Murad, Mohammed Zuheir Siddiq dan Abdul Baset Bani Audeh.

Salah seorang yang dicari Suriah, jurnalis Fares Khashan, kemudian mencari perlindungan di Perancis.


Kontroversi Jendral Jamil al Sayyed

Jendral Jamil al Sayyed adalah salah satu dari empat perwira tinggi korban kesaksian palsu dalam penyidikan pembunuhan Rafiq Hariri, sehingga harus kehilangan jabatan strategisnya dan ditahan selama 4 tahun tanpa proses pengadilan.

Ia sangat gigih menuduh Perdana Menteri Saad Hariri berperan besar dalam penyidikan palsu yang dilakukan pendahulu STL, United Nations International Investigation Commission (UNIIIC).

"Lakukan uji kebohongan kepadanya (Hariri) untuk membuktikan ia tidak mendukung dan mendanai para saksi palsu, dan ia harus mengakui telah menjual darah ayahnya selama empat tahun demi mewujudkan 'Proyek Timur Tengah Baru Amerika'," kata al Sayyed dalam sebuah konperensi pers.

Ia juga mendesak ISL untuk memeriksa Hariri dan para pejabatnya terkait dengan kesaksian palsu tersebut. Selain itu ia menuntut ketua STL Antonio Cassese untuk mundur karena tidak memproses penyidikan sesat UNIIIC, bahkan tetap mempekerjakan beberapa penyidik UNIIC yang terlibat dalam penyidikan itu, termasuk Wakil Ketua STL Ralph Riachy. Ia menyebut penyidikan terhadap para saksi palsu akan membuat 'beberapa kepala besar menggelinding'.

Pada puncak kemarahannya pada Hariri, pada tanggal 12 September 2010, al Sayyed kembali menuduh Hariri bertanggungjawab atas masalah saksi palsu, kemudian mengatakan, "Suatu hari saya akan menggunakan tangan saya sendiri untuk menyeretnya (ke pengadilan). Seluruh rakyat Lebanon harus menentang pemerintahan ini (Hariri) dan menurunkannya dengan paksa."

Jaksa Agung Said Mirza bereaksi keras atas tuduhan Al Sayyed dan memerintahkan pemanggilan terhadap Al Sayyed untuk diperiksa atas tuduhan 'mengancam keamanan negara'. Namun sebelum diperiksa, al Sayyed mengamankan diri ke Perancis. Sebelumnya ia terbang ke Suriah dan menuntut otoritas Suriah menangkap sejumlah saksi palsu warga Suriah.

Hezbollah mengecam pemanggilan al Sayyed oleh Kejaksaan Agung.(ca)


Bersambung.

1 comment:

Kasamago said...

Musuh Hizbullah jls akn mlkukan berbagai cara licik n konspiratif, perjuangan Hizbullah msh panjang..

Kebenaran pasti menang