Wednesday 8 November 2017

Satu Lagi Pangeran Saudi Tewas dalam Pembersihan yang Meluas

Indonesian Free Press -- Seorang pangeran lagi tewas dalam aksi pembersihan besar-besaran yang dilakukan Raja Salman dan putranya, Putra Mahkota Mohammad bin Salman, terhadap orang-orang yang dianggap menentang kekuasaan Putra Mahkota.

Seperti dilaporkan situs Anti-Media, Senin (6 November), Pangeran Abdul Aziz bin Fahd tewas dalam aksi tembak-menembak dengan aparat keamanan setelah ia dan para pengawalnya menolak penangkapan. Namun tidak disebutkan dimana dan bagaimana aksi tembak-menembak itu terjadi.

Ini adalah kematian kedua pangeran Saudi setelah sebelumnya pada Minggu petang (5 November) Pangeran Mansour bin Muqrin tewas bersama tujuh pendukungnya setelah helikopter yang membawa mereka ditembak jatuh di dekat perbatasan Yaman. Diduga kuat mereka hendak melarikan diri dari upaya penangkapan. Pangeran Abdul Aziz (44 tahun) adalah putra termuda almarhum Raja Fahd.


Kematian kedua pangeran itu sudah dikonfirmasi oleh Pengadilan Kerajaan. Demikian tulis Anti-Media.

Sementara itu situs The Duran melaporkan bahwa Pangeran Abdul Aziz adalah salah satu pemilik Oger Ltd, perusahaan minyak yang dimiliki bersama Saad Hariri, mantan Perdana Menteri Lebanon yang pada hari Sabtu (4 November) mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya.

"Pengunduran diri Saad Hariri sebagai Perdana Menteri Lebanon lebih disebabkan oleh faktor internal Saudi daripada upaya untuk melemahkan Lebanon," tulis The Duran.

Hariri yang lahir di Saudi Arabia, memiliki kewarganegaraan ganda Saudi-Lebanon. Sejumlah isyu menyebutkan bahwa ia adalah putra gelap seorang raja Saudi. Itulah sebabnya, ia mengumumkan pengunduran dirinya di Saudi Arabia dan hingga saat ini tetap berada di negara ini. Beberapa laporan juga menyebutkan bahwa pemimpin Palestina Mahmoud Abbas berada di Saudi Arabia dan menjalani 'penahanan'.

Al Jazeera, media Qatar yang tengah berselisih dengan Saudi, menyebut aksi pembersihan itu sebagai ‘Game of Thrones’, dimana Pangeran Bin Salman tengah menggiring seluruh kawasan ke kekacauan demi meraih ambisi pribadinya.

"Tindakan-tindakannya itu telah menghancurkan (organisasi) Gulf Cooperation Council (GCC). Yaman tidak lagi berfungsi sebagai negara, dan Mesir tengah menunggu bom waktu meledak. Dan kini Lebanon pun tengah terancam," tulis Al Jazeera.


Pembersihan yang Meluas
Sementara itu Anti-Media juga melaporkan bahwa aksi pembersihan oleh Pangeran Mohammad bin Salman semakin meluas. Pada hari Senin (6 November) pemilik perusahaan travel terbesar Al Tayyar Travel ditangkap. Pembatasan bepergian dan penerbangan juga mulai diterapkan untuk mencegah orang-orang yang menjadi sasaran untuk melarikan diri.

Menurut laporan itu Nasser bin Aqeel al-Tayyar, yang masih aktif sebagai eksekutif salah satu perusahaan travel terbesar di dunia itu, ditahan oleh aparat keamanan. Hal ini berimbas pada anjloknya harga saham perusahaan sebesar 10%.

Puluhan orang telah ditangkap dalam aksi pembersihan yang dimulai hari Sabtu (4 November). Mereka semuanya adalah orang-orang penting negara itu, mulai dari para pangeran, menteri, dan pengusaha. Sebelumnya aksi permbersihan juga telah dilakukan di kalangan para ulama dan Imam masjid yang dianggap berfaham radikal.

Media Arab Al-Asharq Al-Awsat melaporkan bahwa larangan terbang telah diterapkan dan seluruh pesawat pribadi milik para pengeran dan pengusaha telah di-grounded'-kan.

Dekrit yang dikeluarkan Raja yang mendasari aksi pembersihan mengatakan bahwa aksi tersebut dilakukan sebagai respons atas 'eksploitasi oleh sekelompok orang berjiwa lemah yang telah menempatkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan publik dengan melakukan tindakan-tindakan jahat untuk memperkaya diri'.

Seorang pejabat yang tidak disebutkan identitasnya mengatakan kepada Reuters bahwa di antara tuduhan kepada mereka yang ditangkap itu adalah 'money laundering', suap, dan penyalahgunaan jabatan.

Sejumlah pengamat menyebut bahwa aksi-aksi pembersihan ini merupakan bagian dari upaya regim Mohammad bin Salman untuk 'mengubah bentuk' negara Saudi Arabia menjadi lebih modern, moderat dan liberal sesuai 'tatanan dunia baru' (New World Order). Harus diperhatikan pula bahwa Saudi juga baru saja mencabut larangan mengemudi bagi wanita.

Jadi, mereka yang selama ini selalu berteriak menuduh 'Wahabi!' dan 'takfiri' kepada orang-orang yang berseberangan dengan regim Jokowi, pasti baru menyadari bahwa wahabisme dan takfirisme hanyalah 'buih di atas ombak'. Itupun kalau mereka memiliki sedikit kecerdasan. Wahabisme dan segala turunannya hanya alat permainan yang dimainkan oleh para zionis yang berada di balik segala faham di dunia, yang dibuang saat tidak berguna lagi.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Tanda keruntuhan dinasti Saud semakin dekat..